BUDAYA BERORGANISASI
Budaya diartikan sebagai hasil dari kehidupan setiap manusia dan setiap kelompok manusia. Saat ini budaya dipandang sebagai sesuatu yang dinamis, bukan sesuatu yang kaku dan statis. Budaya bukan lagi kata benda, melainkan dipandang sebagai sebuah kata kerja yang dihubungkan dengan kegiatan manusia yang kita kenal dengan cipta, rasa dan karsa.
Sedangkan organisasi dapat dipandang sebagai kerja sama yang terjalin antar anggota memiliki unsur visi dan misi, sumber daya, dasar hukum struktur, dan anatomi yang jelas dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Budaya organisasi itu sendiri dipandang sebagai sebuah sistem yang mencakup umpan balik (feed back) dari masyarakat, profesi, hukum, kompetisi , asumsi, nilai, norma dan hasil dari perbuatan atau perilaku seperti produk, images, teknologi dan lain sebagainya.
Secara umum, penerapan konsep budaya organisasi di sekolah sebenarnya tidak jauh berbeda dengan penerapan konsep budaya organisasi lainnya. Kemungkinan terdapat perbedaan terletak pada jenis nilai yang dikembangkannya dan karakateristik dari para pendukungnya.
Nilai-nilai yang dikembangkan di sekolah, tergantung pada sekolah itu sendiri sebagai organisasi pendidikan, dimana mengembangkan, melestarikan dan mewariskan nilai-nilai budaya kepada para siswa adalah tugas mutlak sekolah. Sedangkan upaya untuk mengembangkan budaya organisasi di sekolah merupakan tugas kepala sekolah selaku leader dan manajer di sekolah. Dalam hal ini, kepala sekolah hendaknya mampu melihat lingkungan sekolahnya secara holistik atau menyeluruh, sehingga diperoleh kerangka kerja yang lebih luas guna memahami masalah-masalah yang sulit dan hubungan-hubungan yang kompleks di sekolahnya. Melalui pendalaman pemahamannya tentang budaya organisasi di sekolah, maka ia akan lebih baik lagi dalam memberikan penajaman tentang nilai, keyakinan dan sikap yang penting guna meningkatkan stabilitas dan pemeliharaan lingkungan belajarnya.
Dalam budaya organisasi ditandai adanya sharing atau berbagi nilai dan keyakinan yang sama dengan seluruh anggota organisasi. Salah satu contohnya adalah berbagi nilai dan keyakinan yang sama melalui pakaian seragam. Namun menerima dan memakai seragam saja tidaklah cukup. Pemakaian seragam haruslah membawa rasa bangga terhadap para siwa, menjadi alat kontrol dan membentuk citra organisasi.
OSIS terbentuk berdasarkan tujuan pendidikan dan pembinaan generasi muda yang ditetapkan baik di dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 maupun di dalam garis-garis besar Haluan Negara yang menegaskan bahwa generasi muda yang di dalamnya termasuk para siswa adalah penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan nasional.
Berdasarkan tujuan tersebut, upaya untuk mewujudkannya diperlukan sekolah sebagai lingkungan pendidikan yang merupakan jalur pendidikan formal yang sangat penting dan strategis bagi upaya mewujudkan tujuan tersebut, baik melalui proses belajar mengajar maupun melalui kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. Diantaranya adalah pembinaan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), kegiatan kurikuler, ko-kurikuler, dan ekstra-kurikuler, serta menciptakan suatu kondisi kemampuan dan ketangguhan yakni memiliki tingkat keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, dan kekeluargaan yang mantap.
Organisasi-organisasi yang ada di institusi pendidikan merupakan miniatur dari organisasi-organisasi masyarakat yang nyata. Ikut aktif dalam setiap kegiatan akan memberikan gambaran bagaimana seharusnya kita bersikap dan bertindak dalam masyarakat yang tidak menyalahi nilai, norma dan budaya yang ada, sehingga individu yang tadinya bukan siapa-siapa akan dapat diterima di masyarakat sebagai seseorang yang matur dalam kehidupan bermasyarakat.